Jumat, 16 Februari 2018

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM: Pengertian, Ruang Lingkup, Sumber, Urgensi dan Fungsi,Serta Perbandingannya dengan Filsafat Pendidikan Barat



Masalah yang berkaitan dengan pendidikan memang mencakup permasalahan yang sangat luas, seluas masalah hidup dan peri kehidupan umat manusia dan telah menjadi objek studi berbagai macam cabang ilmu pengetahuan kemanusiaan.[1]
Manusia dibekali dengan akal, kalbu dan anggota tubuh yang lain untuk meraih ilmu pengetahuan. Manusia  dilarang mengikuti sesuatu tanpa ada pengetahuan tentangnya. Sebagaimana dalam surat al Jatsiyah ayat 18:
Artinya     : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui”. (QS al Jatsiyah: 18).[2]
Lebih jauh Lodge mengatakan bahwa pendidikan proses hidup dan kehidupan umat manusia itu berjalan serempak dan tak dapat terpisahkan satu sama yang lain life is education and education is life.[3]
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan itu tampaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis. Diketahui bahwa secara umum filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakikat dari segala sesuatu yang ada dan karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Filsafat dapat juga dijadikan sebagai pandangan hidup. Jika filsafat itu dijadikan sebagai pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau  bangsa maka mereka akan berusaha untuk mewujudkan  nilai-nilai tersebut dalam kehidupan yang nyata. Dari sinilah filsafat sebagai pandangan hidup difungsikan sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini sudah tentu merupakan sumbangan utama bagi pembinaan pendidikan. Teori-teori yang tersusun karenanya dapat disebut sebagai pendidikan yang berlandaskan pada filsafat.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya,dan dunia Islam pada umumnya masih dihadapkan pada berbagai persoalan mulai dari soal rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai kepada persoalan guru metode, kurikulum dan sebagainya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut masih terus dilakukan dengan berbagai upaya. Penataran guru, pelatiahn tenaga pengelola pendidikan dan lain sebagainya harus dilakukan, namun masalah pendidikan teru bermunculan.
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan yang demikian itu tampaknya perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis. Filsafat pendidikan islam secara umum akan mengkaji berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan, mulai dari visi misi, dan tujuan pendidikan, dasar-dasar dan asas-asas pendidikan Islam, konsep manusia, guru, anak didik, kurikulum, dan metode sampai dengan evaluasi dalam pendidikan secara filosofis. Dengan kata lain, ilmu ini akan mencoba mempergunakan jasa pemikiran. Kenyataan menunjukan adanya kiblat-kiblat pendidikan Islam yang belum jelas.
Pendidikan islam masih belum menemukan format dan bentuknya yang khas sesuai dengan agama islam hal ini selain karena banyaknya konsep pendidikan yang ditawarkan para ahli yang belum jelas keislamannya, juga karena belum banyak pakar pendidikan Islam yang merancang pendidikan Islam secara seksama.



A.      Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tadi dengan kerangka pikir sebagai berikut:
Filsafat menurut Sutan Zanti Arbi (1988) berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia yang secara harfiah bermakna “kecintaan akan kearifan”.makna kearifan melebihi pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher (1962) berpendapat filsafat dari kata Yunani filos dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan”.[4]
Secara istilah, filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli bersangkutan, diantaranya:
1.      Mohammad Noor Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat sebagai aktifitas berfikir murni atau kegiatan akal manusia dalam usaha mengerti secara mendalam segala sesuatu.
2.      Menurut Hasbullah Bakry (dalam Prasetya, 1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia



Kajian dan telaah filsafat merupakan sumber pengetahuan ada 2 hal pokok yang dapat kita mengerti dari istilah filsafat, yaitu:
1.      Aktivitas berfikir manusia secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap sesuatau baik mengenai ketuhanan, alam semesta maupun manusia itu sendiri guna menemukan jawaban hakikat sesuatu itu.
2.      Ilmu pengetahuan yang mengkaji, menelaah atau menyelidiki hakikat sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan, manusia dan alam semesta secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka memperoleh jawaban tentang hakikat sesuatu itu yang akhirnya temuan itu menjadi pengetahuan.
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna sangat luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arahan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan manusia muda yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis tetapi manusia dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tertentu guna memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga dukualifikasikan sebagai peserta didik.
Hadari Nawawi (1988) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan redaksi yang berbeda, Hasan Langgulung (1986) mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk mengubah dan memimndahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam suatu masyarakat.
Di dalam buku Modern Philosophy of Education  (Fourth Edition), John S. Brubacher sebagaimana yang ditulis oleh Hamdani Ihsan mengemukakan bahwa: Education should be thought of the process of man’s reciprocal adjustment to nature, to his fellows, and the ultimate nature of the cosmos. Education is the organized development and social  uses, directed toward the union of these activities with their Creator as their final end. Education is the process in which hese power (abilities, capacities) of men which are susceptible to habituation are perfected by good habits, by means artistically contrived, and employed bay a man to help another or him self achieve the end in view (l.e. good habits).[5]
Pendidikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan sesama, dan dengan alam semesta. Pendidikan juga merupakan perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi-potensi manusia, moral, intelektual, dan jasamani (fisik), oleh dan untuk kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya yang diharapkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (tujuan akhir). Pendidikan adalah psoses, dmana potensi-potensi (kemampuan kapasitas) yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan agar disempurnyakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat/media yang disusun  sedemikian rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam tujuan yang ditetapkan.
Islam menurut Harun Nasution (1979) adalah segala agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam adalah agama yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam semesta.[6]
Dari beberapa pengertian mengenai filsafat, pendidikan dan islam sebagaimana di jelaskan di atas, maka dapat di Tarik kesimpulan tentang pengertian filsafat pendidikan islam. Ada Berbagai pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan Islam yaitu:
1.      Menurut Ahmad Fuad al-Ahwani: Filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam. Dan menurut Mustofa Abdur Razik: Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya.[7]
2.      Muzayyin Arifin berpendapat tentang filsafat pendidikan Islam adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran agama Islam hakekat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh agama Islam.
Definisi ini memberi kesan bahwa filsafat pendidikan Islam sama dengan filsafat pada umumnya. Dalam arti bahwa filsafat Islam mengkaji tentang masalah yang ada hubungannya dengan pendidikan seperti manusia sebagai subyek dan objek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan dan guru. Bedanya dengan filsafat pendidikan pada umumnya adalah bahwa didalam filsafat pendidikan Islam, semua masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang bersumberkan al-Quran dan al-Hadist. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang mengiringi kata filsafat pendidikan itu menjadi sifat, yakni sifat dari filsafat pendidikan tersebut.
3.      Menurut Zuhairini, dkk (1955) Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat Islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat Islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.
4.      Sedangkan Abuddin Nata (1997) mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu kajian filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu, Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru, kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar acuannya.
5.      Adapun pendapat Omar Muhammad Al-Tomy Al-Saibany: menurutnya bahwa filsafat pendidikan Islm tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dari kaidah filsafat Islam dalam bidang pendidikan yang  didasarkan dalam ajaran Islam.
Filsafat Pendidikan Islam juga berarti suatu aktifitas berfikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan atau mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai al-Qur’an atau pun al-Hadis guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran Islam.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat kita ketahui bahwa filsafat pendidikan Islam itu merupakan kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Quran dan al-Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosofis muslim, sebagai sumber sekunder. Selain itu filsafat pendidikan Islam dapat pula dikatakan suatu upaya menggunakan jasa filsafat, yakni berfikir secara mendalam, sistematik. Filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang di jiwai oleh ajaran Islam. Jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal,bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Dengan demikian, Islam di sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran. Islam di sini adalah roh sebagai nilai spiritual sebuah filsafat Islam. Selain itu tanpa kita mempersoalkan apakah Filsafat Pendidikan Islam itu sebagai aktifitas berfikir mendalam, menyeluruh dan spekulatif atau ilmu pengetahuan yang melakukan kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif mengenai masalah-masalah pendidikan dari sumber wahyu Allah, baik al-Qur’an maupun al-Hadis, terdapat 2 hal pokok yang patut diperhatikan dari pengertian Filsafat Pendidikan Islam:
1.      Kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap kandungan al-Qur’an atau al-Hadis dalam rangka merumuskan konsep dasar pendidikan islam. Artinya, Filsafat Pendidikan Islam memberikan jawaban bagaimana pendidikan dapat dilaksanakan sesuai sengan tuntunan nilai-nilai Islam.
2.      Kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka mengatasi berbagai probelam yang dihadapi pendidikan islam. Misalnya ketika suatu konsep pendidikan islam diterapkan dan ternyata dihadapkan kepada berbagai problema, maka ketika itu dilakukan kajian untuk mengatasi berbagi problema tadi. Aktivitas melakukan kajian menghasilkan konsep dan prilaku mengatasi problem pendidikan Islam tersebut merupakan makna dari Filsafat Pendidikan Islam.
B.       Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).
Filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
a.    Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam ialah menjadikan manusia – seluruh manusia – sebagai abdi atau hamba Allah swt.
Tugas utama pendidikan Islam adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan paedagogis sebagai kegiatan antar hubungan pendidikan yang terealisasi melalui penyampaian keterangan, dan pengetahuan agar peserta didik mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini materi yang diberikan serta meningkatkan keterampilan olah pikir.
Pendidikan dalam arti Islam, adalah sesuatu yang hanya diperuntukkan bagi manusia. Pernyataan ini ditegaskan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.[8] Penegasan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara filosofis seyogyanya memiliki konsep yang jelas mengenai manusia. Kalau pendidikan hanya untuk manusia, pertanyaan yang pantas dikemukakan adalah “manusia yang bagaimana yang dikehendaki oleh pendidikan Islam sebagai tujuan akhirnya”.? Jawaban atas pertanyaan ini dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan Islam seperti dikutip oleh Suharto, antara lain Ahmad D. Marimba menyatakan tujuan akhir pendidikan Islam untuk membentuk “manusia yang berkepribadian Muslim”, Muhammad Munir Mursy menyebutnya sebagai “insâan kâmil” (manusia sempurna), Muhammad Quthb menyebutnya sebagai “manusia sejati”, sedangkan Muhammad Athiyah al-Abrasyi menyatakan bahwa manusia yang ingin dibentuk oleh pendidikan Islam adalah “manusia yang mencapai akhlak sempurna”.[9]
Menurut al-Zarnuji tujuan belajar pendidikan Islam berikut ini[10]
وينبغى أن ينوي المتعلم يطلب العلم رضا الله تعالى والدار الآخرة وازلة الجهل من نفسه وعن سائر الجهال وإحياء الدين و إبقاء الإسلام فأن بقاء الإسلام بالعلم. ولايصح الزهد والتقوى مع الجهل. والنشد الشيخ الإمام الأجل برهان الدين صاحب الهداية شعرا لبعضهم:
فساد كبير عالم متهتك       *          وأكبر منه جاهل متنسك
هما فتنة في العالمين عظيمة * لمن بهما فى دينه يتمسك.
Maksudnya: Seseorang yang menuntut ilmu harus bertujuan mengharap rida Allah, mencari kebahagiaan di akhirat, menghilangkan kebodohan baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, menghidupkan agama, dan melestarikan Islam. Karena Islam itu dapat lestari, kalau pemeluknya berilmu. Zuhud dan takwa tidak sah tanpa disertai ilmu. Syekh Burhanuddin menukil perkataan ulama sebuah syair: “orang alim yang durhaka bahayanya besar, tetapi orang bodoh yang tekun beribadah justru lebih besar bahayanya dibandingkan orang alim tadi. Keduanya adalah penyebab fitnah di kalangan umat, dan tidak layak dijadikan panutan. Selanjutnya al-Zarnuji berkata[11]
Dari beberapa pendapat ahli mengenai tujuan akhir pendidikan Islam, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam pada prinsipnya bermaksud untuk merealisasikan tujuan hidup manusia, yaitu penghambaan atau menyembah kepada Allah sepenuhnya. Di samping itu, seseorang yang memilih Islam sebagai keyakinan nya diharapkan akan senantiasa menjadi seorang Muslim yang baik sampai saat akhir hayatnya
Konsep mengenai “manusia sempurna”, “manusia sejati”, “manusia yang berakhlak mulia”, dan beberapa istilah lainnya yang dikemukakan di atas, sebagai tujuan akhir pendidikan Islam, telah terapresiasikan dalam diri pribadi Rasulullah saw. sebagai uswah hasanah (contoh telada yang baik). Dengan demikian, apabila kita ingin melihat sifat-sifat manusia sempurna, maka lihatlah sifat-sifat Rasulullah melalui berbagai hadis ataupun riwayat.
Singkatnya, tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia sebagai seorang Muslim yang seluruh sikap dan aktivitas kehidupannya senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam, baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan manusia, maupun hubungannya dengan alam sekitarnya. Dengan demikian, peran seorang Muslim baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat akan dapat menjalankan tugasnya sebagai Khalîfah fî al-Ardh yang dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk mengelola alam raya ini demi kepentingan kesejahteraan seluruh umat manusia. Bukan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk mengeksploitasi alam demi kepentingan individu, segelintir, atau sekelompok manusia saja.
b.    Pendidik dan Peserta Didik
Pendidik dalam Islam adalah ornag-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik.[12]
Pendidik juga berarti orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri, dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah SWT.Dan mampu sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[13]
Anak didik dalam pendidikan Islam sama halnya dengan teori barat, yaitu: anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan.
Pendidik dan peserta didik merupakan dua komponen terpenting dalam suatu proses pendidikan. Dipundak seorang pendidik terletak sebuah tanggung jawab yang besar untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Namun, dibalik beratnya tugas dan tanggungjawab seorang pendidik, di dalamnya juga terkandung makna betapa besar dan mulianya profesi seorang pendidik. Seorang pendidik, di samping bertugas sebagai transfer of knowledge (mentransfer ilmu pengetahuan) terhadap peserta didik, juga yang tidak kalah pentingnya terutama dalam pendidikan Islam, seorang pendidik adalah bagaimana ia dapat bertindak sebagai transfer of value (mentransfer nilai-nilai; akhlak, etika, dll) terhadap peserta didik. Sebab apalah artinya seorang peserta didik yang mahir dan menguasai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, namun kosong dari nilai-nilai akhlak atau etika. Bukanlah peserta didik yang semacam ini dikehendaki oleh Filsafat Pendidikan Islam. Pendidikan Islam berbeda dengan konsep pendidikan lannya, pendidikan Islam menekankan penguasaan aspek keilmuan sekaligus aspek kepribadian (sikap, tingkah laku, etika, dan akhlak) terhadap peseta didik.
Dalam konsepsi Islam, Muhammad saw. adalah merupakan al-Mu‘allim al-Awwal (pendidik pertama dan utama). Dalam sikap beliau sehari-hari (terutama ketika menjalankan da’wah Islam) tercermin sikap seorang pendidik yang berakhlak mulia, ulet, sabar, tekun, dan sebagainya dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang, meskipun tantangan itu nyaris melenyapkan jiwa beliau beserta keluarga dan sahabatnya, namun beliau tetap menjalankan da’wahnya. Oleh karena itu, seorang pendidik hendaknya dapat meniru berbagai sikap dan perilaku Rasulullah saw. dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, baik pendidik dalam pengertian sempit maupun pendidik dalam arti yang lebih luas.
Di samping komponen pendidik, yang juga turut menentukan tercapainya tujuan pendidikan adalah peserta didik. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik adalah orang yang belum dewasa yang memiliki berbagai potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan. Disini peserta didik dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam adalah makhluk Allah yang terdiri dari jasmani dan rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik dari aspek fisik, mental, intelektual, maupun psikologisnya. Oleh karena itu ia senantiasa memerlukan bantuan (bimbingan) orang lain agar dapat mengembangkan semua aspek tersebut secara optimal melalui proses pendidikan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan dapat berkembang tanpa melalui pendidikan, karena Islam memandang bahwa setiap anak yang lahir dibekali dengan berbagai potensi (fitrah), lingkunganlah (orang tua, sekolah, masyarakat, dll) yang dapat mengantarkan ke arah mana potensi itu akan berkembang (positif atau negatif).
c.    Kurikulum Pendidikan Islam
Adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Dalam pengertian yang lain kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan anak didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.[14]
Dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam, kurikulum harus disusun melalui berbagai latar belakang pertimbangan pemikiran, baik latar belakang ideologi suatu negara, daerah, potensi alam yang dapat dikembangkan, maupun berbagai latar belakang budaya dari suatu masyarakat yang dinggap tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Singkatnya, Filsafat Pendidikan Islam menghendaki sebuah pengembangan kurikulum yang berlandaskan ajaran Islam.
d.   Metode Pendidikan Islam
Adalah prosedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat Islam sebagai supra sistem.
Pengertian metode biasanya disandingkan atau disejajarkan dengan pengertian teknik, yang mana keduanya saling berhubungan. Sedangkan teknik pendidikan islam adalah langkah-langkah konkrit pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas.[15]
Metode pendidikan dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam, adalah pemikiran yang melatar belakangi suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan materi dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan Islam metode yang digunakan digali dari berbagai sumber ajaran Islam, yakni Al-Quran, Hadis, atau riwayat-riwayat para Nabi dalam menjalankan da’wahnya. Dalam Al-Quran misalnya terdapat banyak kisah para nabi dan orang-orang mukmin yang dapat dijadikan sebagai metode kisah Qur’ani.
e.    Lingkungan
Tempat berlangsungnya proses pendidikan, atau suasana pendukung tercapainya tujuan-tujuan pendidikan baik bagi pendidik dan anak didik pada taraf kognitif, afektif dan psikomotorik.
Lingkungan pendidikan merupakan hal yang juga turut mempengaruhi proses pendidikan dalam mencapai tujuan yang optimal. Artinya, bagaimanapun baiknya potensi yang ada dalam diri peserta didik, namun jika tidak didukung oleh suatu lingkungan pendidikan yang baik, maka potensi tersebut akan sulit dikembangkan secara maksimal. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang memadukan antara teori pembawaan (fitrah) peserta didik dengan lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan dalam arti lembaga pendidikan.
Filsafat Pendidikan Islam, menghendaki agar lingkungan (terutama lingkungan lembaga pendidikan) benar-benar ditata sedemikian rupa dengan latar belakang filosofi yang digali dari nilai-nilai ajaran Islam. Dengan penataan lingkungan lembaga pendidikan yang dasar filosofinya digali dari ajaran Islam, maka akan dapat memberikan nuansa dan corak terhadap proses pembelajaran dan karakter peserta didik yang Islami.
Sebagai contoh, sebuah gedung bangunan yang dibangun dengan posisi menghadap kiblat, latar belakang filosofisnya adalah melambangkan sebagai seorang intelektual yang senantiasa berdiri menghadap kiblat dalam melakukan pengabdian atau menyemah kepada Allah. Demikian pula sebuah ruang kelas misalnya yang ditata dengan berbagai simbol keislaman. Semua ini akan dapat memberikan nuansa dan pengaruh terhadap karakter peserta didik. Singkatnya, Filsafat Pendidikan Islam menghendaki suatu lingkungan pendidikan yang bercorak Islami sehingga dapat memberikan nuansa yang Islami pula terhadap perkembangan peserta didik.
C.      Sumber-sumber Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam sebagai sebuah disiplin ilmu, secara epistemologis seyogyanya mempertanyakan dari mana Filsafat Pendidikan Islam dapat diambil.? Atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat menjadi pegangan keilmuan bagi Filsafat Pendidikan Islam.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Abuddin Nata menegaskan bahwa Filsafat Pendidikan Islam bukanlah Filsafat Pendidikan yang bercorak liberal, bebas, dan tanpa batas etika, sebagaimana halnya dengan Filsafat Pendidikan pada umumnya. Filsafat Pendidikan Islam adalah Filsafat Pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau Filsafat Pendidikan yang dijiwai oleh ajarn Islam.[16]
Filsafat Pendidikan Islam bersumber dari ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Hadis yang senantiasa dijadikan sebagai landasan bagi Filsafat Pendidikan Islam. Dengan demikian, sumber Filsafat Pendidikan Islam adalah digali dari ajaran Islam secara keseluruhan. Selain itu, Filsafat Pendidikan Islam juga mengambil sumber-sumber dari ajaran lain yang dinilai tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Dalam kontek ini, menurut Abdul Rahman Shalih Abdullah menyebutkan bahwa para ahli ilmu Filsafat Pendidikan Islam dapat digolongkan kepada dua corak aliran, yakni; (1) mereka yang mengadopsi konsep-konsep non-Islam dan kemudian memadukannya ke dalam pemikiran pendidikan Islam; (2) mereka yang tergolong ke dalam kelompok yang tradisional yang hanya mengambil sumber Filsafat Pendidikan Islam dari Al-Quran dan Hadis.[17]
Berdasarkan dua kelompok pembagian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kelompok pertama merupakan aliran yang bercorak liberal, dan kelompok kedua merupakan kelompok yang beraliran konservatif. Dalam hal ini, menurut pendapat kami, bahwa meskipun Filsafat Pendidikan Islam berlandaskan kepada ajaran Islam (Al-Quran dan Hadis), namun Filsafat Pendidikan Islam juga perlu mengadopsi sumber-sumber lain yang bekaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer. Namun perlu ditegaskan bahwa dalam pengadopsian tersebut harus dilakukan dengan seselektif mungkin, agar dapat terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan pokok-pkok ajaran Islam. Argumen ini berangkat dari sebuah hadis yang sangat popular: (Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina).
Menurut Al-Jurjani, sebagaimana dikutip Toto Suharto menyatakan bahwa term alam adalah segala hal yang menjadi tanda bagi suatu perkara sehingga dapat dikenali. Sedangkan secara terminolgi berarti segala sesuatu yang ada (maujud) selain Allah, yang dengan ini Allah dapat dikenali baik nama maupun sifat-sifat-Nya. Segala sesuatu selain Allah itulah alam dalam pengertian yang sederhana.
Dari pengertian tersebut, secara sepintas dapat dipahamai bahwa alam dengan segala isinya diciptakan oleh Allah agar melalui semua itu dapat mengenal-Nya. Di samping itu, alam dengan segala potensi yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia secara bersama.
Dalam kaitannya dengan alam, menurut Al-Syaibany terdapat beberapa prinsip Filsafat Pendidikan Islam tentang alam, antara lain yakni:
a.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa pendidikan Islam sebagai proses pembentukan pengalaman dan perubahan tingkah laku, baik individu maupun masyarakat hanya akan berhasil apabila terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan alam sekitarnya tempat mereka hidup. Seluruh makhluk, baik benda ataupun alam sekitar, dipandang sebagai bagian alam semesta. Oleh karena itu, proses pendidikan manusia dan peningkatan mutu akhlaknya, bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial (sesama manusia) semata, tapi juga dalam lingkungan alam yang bersifat material.
b.      Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta atau universe, baik yang materi maupun bukan, memiliki hukumnya sendiri-sendiri. Hal ini harus diteliti dan dipelajari dalam pendidikan Islam agar peserta didik mampu mengenali hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta ini sehinga memiliki keteraturan dan keharmonisan dalam kehidupan.
c.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang terbagi dalam dua kategori (alam materi dan alam ruh), harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu pendidikan Islam harus memperhatikan kedua hal ini secara seimbang, karena kehidupan manusia yang sempurna tidak akan terwujud hanya dengan memperhatikan salah satunya.
d.      Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang berjalan dengan teratur ini, harus dipahami sebagai keajaiban dan keagungan Sang Pencipta. Olehnya itu, dari sikap ini diharapkan akan menambah iman atau keyakinan bahwa manusia tidak berdaya dihadapan Allah yang telah membuat dan mengatur alam ini sedemikian harmonis dan teraturnya.
e.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta ini bukanlah musuh bagi manusia, dan bukan penghalang bagi kemajuan peradaban manusia, melainkan alam merupakan teman dan alat bagi kemajuan manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus senantiasa diarahkan agar dapat menanamkan pemahaman kepada peserta didik tentang bagaimana mengelola alam dan memanfaatkannya secara bijaksana demi kepentingan umat manusia.
f.       Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta dan seisinya ini bersifat baru (tidak kekal). Prinsip ini dapat dijadikan sebagai pegangan pendidikan Islam bahwa hanya Allahlah yang bersifat kekal dan abadi.
Dengan berpegang dari beberapa prinsip tersebut di atas, Filsafat Pendidikan Islam akan dapat menentukan arah pemikiran dan implementasi pendidikan Islam di antara filsafat-filsafat pendidikan lainnya. Di samping itu, sebagai sebuah disiplin ilmu maka Filsafat Pendidikan Islam dapat pula menentukan sikapnya dari permasalahan-permasalahan seputar alam. Sikap ini pada akhirnya akan melahirkan berbagai prinsip yang dapat dijadikan sebagai landasan filosofis dalam menentukan tujuan, metode, kurikulum, dan berbagai komponen lainnya dalam pendidikan Islam.[18]
D.      Urgensi dan Fungsi Filsafat Pendidikan Islam
Permasalahan yang perlu dijawab pada bagian ini adalah; untuk apa mempelajari Filsafat Pendidikan Islam.? Pertanyaan ini harus terlebih dahulu diajukan karena setiap disiplin ilmu pasti memiliki kegunaan, demikian pula halnya dengan Filsafat Pendidikan Islam.
Para ahli dalam bidang Filsafat Pendidikan Islam telah banyak melakukan penelitian secara teoritis mengenai kegunaan dari Filsafat Pendidikan Islam. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany misalnya mengemukakan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam mempelajari Filsafat Pendidikan Islam.
Filsafat Pendidikan dapat membantu para perancang dan pelaksana pendidikan dalam suatu negara atau wilayah, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dalam rangka untuk menentukan arah dan tujuan ke mana pendidikan beserta hasilnya akan diarahkan, sesuai dengan cita-cita negara atau wilayah yang bersangkutan.[19]
Senada dengan itu, George R. Knight sebagaimana dikutip oleh Toto Suharto, secara umum menyebutkan 4 (empat) urgensi dari mempelajari Filsafat Pendidikan Islam, yaitu:
1.    Dapat membantu para pendidik dan aktivis kependidikan untuk memahami berbagai persoalan mendasar tentang pendidikan.
2.    Memungkinkan bagi para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih baik, dan memilih berbagai tawaran yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan kependidikan.
3.    Untuk membekali para pendidik dan aktivis kependidikan berfikir klarifikatif tentang tujuan-tujuan hidup dalam kaitannya dengan pendidikan.
4.    Untuk memberi bimbingan dalam mengembangkan suatu sudut pandang yang konsisten, dan mengembangkan berbagai program pendidikan yang berhubungan secara realistis dengan konteks negara secara khusus, dan dunia global secara umum.[20]
Dari beberapa manfaat mempelajari Filsafat Pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pada intinya, Filsafat Pendidikan Islam merupakan pegangan dan pedoman yang dapat dijadikan landasan filosofis bagi pelaksanaan pendidikan Islam dalam rangka upaya untuk menghasilkan generasi baru yang terdidik dan berkepribadian Muslim, di mana seluruh perilaku hidupnya senantiasa dijiwai oleh ajaran Islam.
E.       Perbandingan antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat
Dalam beberapa hal, sebenarnya kurang proporsional untuk membandingkan antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat. Hal ini disebabkan karena Filsafat Pendidikan Islam yang berorientasi kepada wahyu, dan Filsafat Pendidikan Barat yang murni berorientasi kepada rasionalitas. Akan tetapi, mengingat bahwa Filsafat Pendidikan Islam juga dapat mengambil sumber dari berbagai ajaran, termasuk hal-hal yang datang dari dunia Barat, maka perbandingan ini menjadi penting adanya, untuk memberikan gambaran letak perbedaan yang sangat prinsipil antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal sebaga berikut:
1.    Filsafat Pendidikan Islam berdasarkan pada wahyu, sedangkan Filsafat Pendidikan Barat berpijak pada humanistik murni yang mengandalkan rasionalitas. Atas dasar ini Filsafat Pendidikan Islam tidak mengenal kebenaran terbatas, melainkan universal. Sedangkan Filsafat Pendidikan Barat mengenal kebenaran secara parsial, sehingga tidak jarang timbul pertentangan berbagai ide yang menyangkut dengan pendidikan.
2.    Filsafat Pendidikan Islam berupaya mengembangkan kemampuan manusia dalam pandangan integral antara kehidupan dunia dan akhirat, atau antara yang profan dan sakral. Sedangkan Filsafat Pendidikan Barat mengembangkan kemampuan manusia secara parsial, atau yag profan saja. Kondisi inilah yang kemudian membawa krisis sistem nilai dalam pendidikan Barat yang kemudian melahirkan manusia yang menguasai ilmu pengetahuan namun nihil terhadap nilai-nilai religiusitas.
3.    Filsafat Pendidikan Islam memperhatikan dan mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, mulai dari aspek hati hingga akal. Sedangkan Filsafat Pendidikan Barat hanya memperhatikan pengembangan akal saja. Sesungguhnya, semua realitas kehidupan manusia tidak dapat dijelaskan hanya dengan melalui rasio, melainkan ada aspek yang tidak mampu dijangkau oleh akal. Disinilah peran nilai-nilai religiusitas berperan untuk memberikan pemahaman kepada kita bahwa setinggi apapun kemampuan manusia dalam melakukan sesuatu, namun tetap ada batasnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang mendasar antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat adalah orientasinya. Filsafat Pendidikan Islam di samping berorientasi keduniaan juga berorientasi keakhiratan, sedangkan Filsafat Pendidikan Barat hanya berorientasi keduaniaan dan materi saja.







[1] Tadjab. 1994. Perbandingan Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama. Hal. 10.
[2] Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen RI.
[3] Zuhairin. 19991. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 1.
[4] Muzayyin Arifin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam (revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 7.
[5] Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 28.
[6] H. Ahmad Syar’I. 2005. Filsafat Pendidikan Islam cetakan ke 1. Jakarta. Pustaka Firdaus. Hal. 3-4.
[7] Supriyadi, Dedi. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. Hal.28
[8] Syed Muhammad Naquib al-Attas. 1992. The Concept of Education in Islam: A Framework for An Philosophy of Education, terj. oleh Haidar Bagir, Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung: Mizan. Hal. 67.
[9] Toto Suharto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.  Hal. 112.
[10] Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim  al-Muta’llim Tariq al-Ta’allum, (Indonesia: Dar  Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt.),  hlm. 10
[11] Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim  al-Muta’llim Tariq al-Ta’allum, (Indonesia: Dar  Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, tt.),  hlm. 10.
[12]  Ach.Muzakki, dkk. Ilmu Pendidikan Islam.Surabaya: Kopertais IV Press, Edisi III. Hal. 66.
[13] Suyasubrata B. 1983. Beberapa Aspek dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Bina Aksara. Hal. 26.
[14] Arieh Lewy. 1983. International Institut for Educational, terjemah Winda Habiwono. Jakarta: Karya Aksara. Hal. 2
[15]  Tim Depag. 1984. Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan. P3AI-PTU. Hal. 157.
[16] Abuddin Nata. 1997. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hal. 15.
[17] Abdul Rahman Shalih Abdullah. Educational Theory; A Qur’anic Outlook. Mekkah al-Mukarramah: Umm al-Qura University. Hal . 36-37.
[18] Toto S uharto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.  Hal. 49-50
[19] Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany. 1979. Falsafah al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah, terj. oleh Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hal.33
[20] Toto Suharto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.  Hal. 49-50.