Masalah yang berkaitan dengan pendidikan memang mencakup
permasalahan yang sangat luas, seluas masalah hidup dan peri kehidupan umat
manusia dan telah menjadi objek studi berbagai macam cabang ilmu pengetahuan
kemanusiaan.[1]
Manusia dibekali dengan akal, kalbu dan anggota tubuh yang lain
untuk meraih ilmu pengetahuan. Manusia
dilarang mengikuti sesuatu tanpa ada pengetahuan tentangnya. Sebagaimana
dalam surat al Jatsiyah ayat 18:
Artinya : “Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat
itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui”. (QS
al Jatsiyah: 18).[2]
Lebih jauh Lodge mengatakan bahwa pendidikan proses hidup dan
kehidupan umat manusia itu berjalan serempak dan tak dapat terpisahkan satu
sama yang lain life is education and education is life.[3]
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan itu tampaknya perlu
dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis.
Diketahui bahwa secara umum filsafat berupaya menjelaskan inti atau hakikat
dari segala sesuatu yang ada dan karenanya ia menjadi induk segala ilmu.
Filsafat dapat juga dijadikan sebagai pandangan hidup. Jika
filsafat itu dijadikan sebagai pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa maka mereka akan berusaha untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan yang nyata. Dari sinilah filsafat sebagai pandangan hidup difungsikan
sebagai tolak ukur bagi nilai-nilai tentang kebenaran yang harus dicapai.
Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan ini sudah tentu
merupakan sumbangan utama bagi pembinaan pendidikan. Teori-teori yang tersusun
karenanya dapat disebut sebagai pendidikan yang berlandaskan pada filsafat.
Dunia pendidikan Islam di Indonesia khususnya,dan dunia Islam pada
umumnya masih dihadapkan pada berbagai persoalan mulai dari soal rumusan tujuan
pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai kepada
persoalan guru metode, kurikulum dan sebagainya. Upaya untuk mengatasi masalah
tersebut masih terus dilakukan dengan berbagai upaya. Penataran guru, pelatiahn
tenaga pengelola pendidikan dan lain sebagainya harus dilakukan, namun masalah
pendidikan teru bermunculan.
Upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan yang demikian itu tampaknya
perlu dilacak pada akar permasalahannya yang bertumpu pada pemikiran filosofis.
Filsafat pendidikan islam secara umum akan mengkaji berbagai masalah yang
terdapat dalam bidang pendidikan, mulai dari visi misi, dan tujuan pendidikan,
dasar-dasar dan asas-asas pendidikan Islam, konsep manusia, guru, anak didik,
kurikulum, dan metode sampai dengan evaluasi dalam pendidikan secara filosofis.
Dengan kata lain, ilmu ini akan mencoba mempergunakan jasa pemikiran. Kenyataan
menunjukan adanya kiblat-kiblat pendidikan Islam yang belum jelas.
Pendidikan islam masih belum menemukan format dan bentuknya yang
khas sesuai dengan agama islam hal ini selain karena banyaknya konsep
pendidikan yang ditawarkan para ahli yang belum jelas keislamannya, juga karena
belum banyak pakar pendidikan Islam yang merancang pendidikan Islam secara
seksama.
A.
Pengertian
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu
filsafat, pendidikan dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan
Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen
kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tadi
dengan kerangka pikir sebagai berikut:
Filsafat menurut Sutan Zanti Arbi (1988) berasal dari kata benda
Yunani Kuno philosophia yang secara harfiah bermakna “kecintaan akan
kearifan”.makna kearifan melebihi pengetahuan, karena kearifan mengharuskan
adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman.
Sedangkan John S. Brubacher (1962) berpendapat filsafat dari kata Yunani filos
dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan”.[4]
Secara istilah, filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut
pandang para ahli bersangkutan, diantaranya:
1.
Mohammad Noor
Syam (1986) merumuskan pengertian filsafat sebagai aktifitas berfikir murni
atau kegiatan akal manusia dalam usaha mengerti secara mendalam segala sesuatu.
2.
Menurut
Hasbullah Bakry (dalam Prasetya, 1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh
yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia
Kajian dan
telaah filsafat merupakan sumber pengetahuan ada 2 hal pokok yang dapat kita
mengerti dari istilah filsafat, yaitu:
1.
Aktivitas
berfikir manusia secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap sesuatau
baik mengenai ketuhanan, alam semesta maupun manusia itu sendiri guna menemukan
jawaban hakikat sesuatu itu.
2.
Ilmu
pengetahuan yang mengkaji, menelaah atau menyelidiki hakikat sesuatu yang
berhubungan dengan ketuhanan, manusia dan alam semesta secara menyeluruh,
mendalam dan spekulatif dalam rangka memperoleh jawaban tentang hakikat sesuatu
itu yang akhirnya temuan itu menjadi pengetahuan.
Pendidikan
adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi
manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala
sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan
mengandung makna sangat luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan
dan arahan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian,
sikap moral dan sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan
manusia muda yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis
tetapi manusia dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan
tertentu guna memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga
dukualifikasikan sebagai peserta didik.
Hadari Nawawi
(1988) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan
redaksi yang berbeda, Hasan Langgulung (1986) mengartikan pendidikan sebagai
usaha untuk mengubah dan memimndahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu
dalam suatu masyarakat.
Di dalam buku Modern Philosophy of Education (Fourth Edition), John S. Brubacher
sebagaimana yang ditulis oleh Hamdani Ihsan mengemukakan bahwa: Education
should be thought of the process of man’s reciprocal adjustment to nature, to
his fellows, and the ultimate nature of the cosmos. Education is the organized
development and social uses, directed
toward the union of these activities with their Creator as their final end.
Education is the process in which hese power (abilities, capacities) of men
which are susceptible to habituation are perfected by good habits, by means
artistically contrived, and employed bay a man to help another or him self
achieve the end in view (l.e. good habits).[5]
Pendidikan
sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya
dengan alam, dengan sesama, dan dengan alam semesta. Pendidikan juga merupakan
perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi-potensi
manusia, moral, intelektual, dan jasamani (fisik), oleh dan untuk kepribadian
individunya dan kegunaan masyarakatnya yang diharapkan demi menghimpun semua
aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (tujuan akhir). Pendidikan adalah
psoses, dmana potensi-potensi (kemampuan kapasitas) yang mudah dipengaruhi oleh
kebiasaan-kebiasaan agar disempurnyakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik,
oleh alat/media yang disusun sedemikian
rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri
dalam tujuan yang ditetapkan.
Islam menurut
Harun Nasution (1979) adalah segala agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan
Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam adalah
agama yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam rangka
mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia
dan dengan alam semesta.[6]
Dari beberapa
pengertian mengenai filsafat, pendidikan dan islam sebagaimana di jelaskan di
atas, maka dapat di Tarik kesimpulan tentang pengertian filsafat pendidikan
islam. Ada Berbagai pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian
filsafat pendidikan Islam yaitu:
1.
Menurut Ahmad
Fuad al-Ahwani: Filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang
disinari ajaran Islam. Dan menurut Mustofa Abdur Razik: Filsafat Islam adalah
filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam, tanpa
memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya.[7]
2.
Muzayyin Arifin
berpendapat tentang filsafat pendidikan Islam adalah konsep berfikir tentang
kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran agama Islam hakekat
kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi
manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh agama Islam.
Definisi
ini memberi kesan bahwa filsafat pendidikan Islam sama dengan filsafat pada
umumnya. Dalam arti bahwa filsafat Islam mengkaji tentang masalah yang ada
hubungannya dengan pendidikan seperti manusia sebagai subyek dan objek
pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan dan guru. Bedanya dengan filsafat
pendidikan pada umumnya adalah bahwa didalam filsafat pendidikan Islam, semua
masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam yang
bersumberkan al-Quran dan al-Hadist. Dengan kata lain bahwa kata Islam yang
mengiringi kata filsafat pendidikan itu menjadi sifat, yakni sifat dari
filsafat pendidikan tersebut.
3.
Menurut
Zuhairini, dkk (1955) Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan
filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah
kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan
manusia muslim dan umat Islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka
artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam
dalam memecahkan problematika pendidikan umat Islam yang selanjutnya memberikan
arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.
4.
Sedangkan
Abuddin Nata (1997) mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu
kajian filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer,
dan pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain
itu, Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan
jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal
tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru,
kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis
sebagai dasar acuannya.
5.
Adapun pendapat
Omar Muhammad Al-Tomy Al-Saibany: menurutnya bahwa filsafat pendidikan Islm
tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dari kaidah filsafat Islam
dalam bidang pendidikan yang didasarkan
dalam ajaran Islam.
Filsafat
Pendidikan Islam juga berarti suatu aktifitas berfikir menyeluruh dan mendalam
dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan atau mengatasi berbagai
problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan
sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan
makna dan nilai-nilai al-Qur’an atau pun al-Hadis guna merumuskan konsep dasar
penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi
manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran Islam.
Dari
pendapat-pendapat diatas dapat kita ketahui bahwa filsafat pendidikan Islam itu
merupakan kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Quran dan al-Hadist sebagai sumber
primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosofis muslim, sebagai sumber
sekunder. Selain itu filsafat pendidikan Islam dapat pula dikatakan suatu upaya
menggunakan jasa filsafat, yakni berfikir secara mendalam, sistematik. Filsafat
pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
berlandaskan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang di jiwai oleh ajaran
Islam. Jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal,bebas, tanpa batas etika
sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Dengan
demikian, Islam di sini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran. Islam di
sini adalah roh sebagai nilai spiritual sebuah filsafat Islam. Selain itu tanpa
kita mempersoalkan apakah Filsafat Pendidikan Islam itu sebagai aktifitas
berfikir mendalam, menyeluruh dan spekulatif atau ilmu pengetahuan yang
melakukan kajian menyeluruh, mendalam dan spekulatif mengenai masalah-masalah
pendidikan dari sumber wahyu Allah, baik al-Qur’an maupun al-Hadis, terdapat 2
hal pokok yang patut diperhatikan dari pengertian Filsafat Pendidikan Islam:
1.
Kajian
menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap kandungan al-Qur’an atau al-Hadis
dalam rangka merumuskan konsep dasar pendidikan islam. Artinya, Filsafat
Pendidikan Islam memberikan jawaban bagaimana pendidikan dapat dilaksanakan
sesuai sengan tuntunan nilai-nilai Islam.
2.
Kajian
menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka mengatasi berbagai probelam
yang dihadapi pendidikan islam. Misalnya ketika suatu konsep pendidikan islam
diterapkan dan ternyata dihadapkan kepada berbagai problema, maka ketika itu
dilakukan kajian untuk mengatasi berbagi problema tadi. Aktivitas melakukan
kajian menghasilkan konsep dan prilaku mengatasi problem pendidikan Islam
tersebut merupakan makna dari Filsafat Pendidikan Islam.
B.
Ruang Lingkup
Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih
sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah
diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan
untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak
hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan
penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia
dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh
para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan
dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di
akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi
Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life
education ).
Filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin
ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku
yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus
menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena
pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang
pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam
saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam
adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah
tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
a.
Tujuan
Pendidikan Islam
Tujuan umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam ialah menjadikan
manusia – seluruh manusia – sebagai abdi atau hamba Allah swt.
Tugas utama pendidikan Islam adalah mengadakan aplikasi
prinsip-prinsip psikologis dan paedagogis sebagai kegiatan antar hubungan
pendidikan yang terealisasi melalui penyampaian keterangan, dan pengetahuan
agar peserta didik mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini materi yang
diberikan serta meningkatkan keterampilan olah pikir.
Pendidikan dalam arti Islam, adalah sesuatu yang hanya
diperuntukkan bagi manusia. Pernyataan ini ditegaskan oleh Syed Muhammad Naquib
al-Attas.[8]
Penegasan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara filosofis
seyogyanya memiliki konsep yang jelas mengenai manusia. Kalau pendidikan hanya
untuk manusia, pertanyaan yang pantas dikemukakan adalah “manusia yang
bagaimana yang dikehendaki oleh pendidikan Islam sebagai tujuan akhirnya”.?
Jawaban atas pertanyaan ini dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan Islam
seperti dikutip oleh Suharto, antara lain Ahmad D. Marimba menyatakan tujuan
akhir pendidikan Islam untuk membentuk “manusia yang berkepribadian Muslim”,
Muhammad Munir Mursy menyebutnya sebagai “insâan kâmil” (manusia sempurna),
Muhammad Quthb menyebutnya sebagai “manusia sejati”, sedangkan Muhammad Athiyah
al-Abrasyi menyatakan bahwa manusia yang ingin dibentuk oleh pendidikan Islam
adalah “manusia yang mencapai akhlak sempurna”.[9]
Menurut
al-Zarnuji tujuan belajar pendidikan Islam berikut ini[10]
وينبغى أن ينوي المتعلم يطلب العلم رضا الله
تعالى والدار الآخرة وازلة الجهل من نفسه وعن سائر الجهال وإحياء الدين و إبقاء
الإسلام فأن بقاء الإسلام بالعلم. ولايصح الزهد والتقوى مع الجهل. والنشد الشيخ
الإمام الأجل برهان الدين صاحب الهداية شعرا لبعضهم:
فساد
كبير عالم متهتك *
وأكبر منه جاهل متنسك
هما
فتنة في العالمين عظيمة * لمن بهما فى دينه يتمسك.
Maksudnya:
Seseorang yang menuntut ilmu harus bertujuan mengharap rida Allah, mencari
kebahagiaan di akhirat, menghilangkan kebodohan baik dari dirinya sendiri
maupun dari orang lain, menghidupkan agama, dan melestarikan Islam. Karena
Islam itu dapat lestari, kalau pemeluknya berilmu. Zuhud dan takwa tidak sah
tanpa disertai ilmu. Syekh Burhanuddin menukil perkataan ulama sebuah syair:
“orang alim yang durhaka bahayanya besar, tetapi orang bodoh yang tekun
beribadah justru lebih besar bahayanya dibandingkan orang alim tadi. Keduanya
adalah penyebab fitnah di kalangan umat, dan tidak layak dijadikan panutan.
Selanjutnya al-Zarnuji berkata[11]
Dari beberapa pendapat ahli mengenai tujuan akhir pendidikan Islam,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam pada prinsipnya bermaksud untuk
merealisasikan tujuan hidup manusia, yaitu penghambaan atau menyembah kepada
Allah sepenuhnya. Di samping itu, seseorang yang memilih Islam sebagai
keyakinan nya diharapkan akan senantiasa menjadi seorang Muslim yang baik
sampai saat akhir hayatnya
Konsep mengenai “manusia sempurna”, “manusia sejati”, “manusia yang
berakhlak mulia”, dan beberapa istilah lainnya yang dikemukakan di atas,
sebagai tujuan akhir pendidikan Islam, telah terapresiasikan dalam diri pribadi
Rasulullah saw. sebagai uswah hasanah (contoh telada yang baik). Dengan
demikian, apabila kita ingin melihat sifat-sifat manusia sempurna, maka
lihatlah sifat-sifat Rasulullah melalui berbagai hadis ataupun riwayat.
Singkatnya, tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk membentuk
manusia sebagai seorang Muslim yang seluruh sikap dan aktivitas kehidupannya
senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam, baik dalam hubungannya dengan
Allah, dengan manusia, maupun hubungannya dengan alam sekitarnya. Dengan
demikian, peran seorang Muslim baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari
suatu komunitas masyarakat akan dapat menjalankan tugasnya sebagai Khalîfah fî
al-Ardh yang dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk mengelola alam raya ini
demi kepentingan kesejahteraan seluruh umat manusia. Bukan memanfaatkan ilmu
pengetahuan untuk mengeksploitasi alam demi kepentingan individu, segelintir,
atau sekelompok manusia saja.
b.
Pendidik dan
Peserta Didik
Pendidik dalam Islam adalah ornag-orang yang bertanggungjawab
terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak
didik, baik potensi afektif, kognitif, dan psikomotorik.[12]
Pendidik juga berarti orang dewasa yang bertanggungjawab memberi
pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri, dan memenuhi tingkat
kedewasaannya, mampu memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah
SWT.Dan mampu sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[13]
Anak didik dalam pendidikan Islam sama halnya dengan teori barat,
yaitu: anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun
psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan.
Pendidik dan peserta didik merupakan dua komponen terpenting dalam
suatu proses pendidikan. Dipundak seorang pendidik terletak sebuah tanggung
jawab yang besar untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan
yang dicita-citakan. Namun, dibalik beratnya tugas dan tanggungjawab seorang
pendidik, di dalamnya juga terkandung makna betapa besar dan mulianya profesi
seorang pendidik. Seorang pendidik, di samping bertugas sebagai transfer of
knowledge (mentransfer ilmu pengetahuan) terhadap peserta didik, juga yang
tidak kalah pentingnya terutama dalam pendidikan Islam, seorang pendidik adalah
bagaimana ia dapat bertindak sebagai transfer of value (mentransfer
nilai-nilai; akhlak, etika, dll) terhadap peserta didik. Sebab apalah artinya
seorang peserta didik yang mahir dan menguasai sebuah disiplin ilmu
pengetahuan, namun kosong dari nilai-nilai akhlak atau etika. Bukanlah peserta
didik yang semacam ini dikehendaki oleh Filsafat Pendidikan Islam. Pendidikan
Islam berbeda dengan konsep pendidikan lannya, pendidikan Islam menekankan
penguasaan aspek keilmuan sekaligus aspek kepribadian (sikap, tingkah laku,
etika, dan akhlak) terhadap peseta didik.
Dalam konsepsi Islam, Muhammad saw. adalah merupakan al-Mu‘allim
al-Awwal (pendidik pertama dan utama). Dalam sikap beliau sehari-hari (terutama
ketika menjalankan da’wah Islam) tercermin sikap seorang pendidik yang
berakhlak mulia, ulet, sabar, tekun, dan sebagainya dalam menghadapi berbagai
tantangan yang datang, meskipun tantangan itu nyaris melenyapkan jiwa beliau
beserta keluarga dan sahabatnya, namun beliau tetap menjalankan da’wahnya. Oleh
karena itu, seorang pendidik hendaknya dapat meniru berbagai sikap dan perilaku
Rasulullah saw. dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, baik pendidik
dalam pengertian sempit maupun pendidik dalam arti yang lebih luas.
Di samping komponen pendidik, yang juga turut menentukan
tercapainya tujuan pendidikan adalah peserta didik. Dalam paradigma pendidikan
Islam, peserta didik adalah orang yang belum dewasa yang memiliki berbagai potensi
dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan. Disini peserta didik dalam tinjauan
Filsafat Pendidikan Islam adalah makhluk Allah yang terdiri dari jasmani dan
rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik dari aspek fisik, mental,
intelektual, maupun psikologisnya. Oleh karena itu ia senantiasa memerlukan
bantuan (bimbingan) orang lain agar dapat mengembangkan semua aspek tersebut
secara optimal melalui proses pendidikan. Potensi dasar yang dimiliki peserta
didik, kiranya tidak akan dapat berkembang tanpa melalui pendidikan, karena
Islam memandang bahwa setiap anak yang lahir dibekali dengan berbagai potensi
(fitrah), lingkunganlah (orang tua, sekolah, masyarakat, dll) yang dapat
mengantarkan ke arah mana potensi itu akan berkembang (positif atau negatif).
c.
Kurikulum
Pendidikan Islam
Adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Dalam
pengertian yang lain kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana
kegiatan anak didik yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan pendidikan,
saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat
diterapkan dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai
tujuan yang diinginkan.[14]
Dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam, kurikulum harus disusun
melalui berbagai latar belakang pertimbangan pemikiran, baik latar belakang
ideologi suatu negara, daerah, potensi alam yang dapat dikembangkan, maupun
berbagai latar belakang budaya dari suatu masyarakat yang dinggap tidak
bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Singkatnya, Filsafat Pendidikan
Islam menghendaki sebuah pengembangan kurikulum yang berlandaskan ajaran Islam.
d.
Metode Pendidikan
Islam
Adalah prosedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan
pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat Islam sebagai supra
sistem.
Pengertian metode biasanya disandingkan atau disejajarkan dengan
pengertian teknik, yang mana keduanya saling berhubungan. Sedangkan teknik
pendidikan islam adalah langkah-langkah konkrit pada waktu seorang pendidik
melaksanakan pengajaran di kelas.[15]
Metode pendidikan dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam, adalah
pemikiran yang melatar belakangi suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan
materi dalam proses pendidikan. Dalam pendidikan Islam metode yang digunakan
digali dari berbagai sumber ajaran Islam, yakni Al-Quran, Hadis, atau
riwayat-riwayat para Nabi dalam menjalankan da’wahnya. Dalam Al-Quran misalnya
terdapat banyak kisah para nabi dan orang-orang mukmin yang dapat dijadikan
sebagai metode kisah Qur’ani.
e.
Lingkungan
Tempat berlangsungnya proses pendidikan, atau suasana pendukung
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan baik bagi pendidik dan anak didik pada
taraf kognitif, afektif dan psikomotorik.
Lingkungan pendidikan merupakan hal yang juga turut mempengaruhi
proses pendidikan dalam mencapai tujuan yang optimal. Artinya, bagaimanapun
baiknya potensi yang ada dalam diri peserta didik, namun jika tidak didukung
oleh suatu lingkungan pendidikan yang baik, maka potensi tersebut akan sulit
dikembangkan secara maksimal. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang memadukan
antara teori pembawaan (fitrah) peserta didik dengan lingkungan, baik itu
lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan dalam arti lembaga
pendidikan.
Filsafat Pendidikan Islam, menghendaki agar lingkungan (terutama
lingkungan lembaga pendidikan) benar-benar ditata sedemikian rupa dengan latar
belakang filosofi yang digali dari nilai-nilai ajaran Islam. Dengan penataan
lingkungan lembaga pendidikan yang dasar filosofinya digali dari ajaran Islam,
maka akan dapat memberikan nuansa dan corak terhadap proses pembelajaran dan
karakter peserta didik yang Islami.
Sebagai contoh, sebuah gedung bangunan yang dibangun dengan posisi
menghadap kiblat, latar belakang filosofisnya adalah melambangkan sebagai
seorang intelektual yang senantiasa berdiri menghadap kiblat dalam melakukan
pengabdian atau menyemah kepada Allah. Demikian pula sebuah ruang kelas
misalnya yang ditata dengan berbagai simbol keislaman. Semua ini akan dapat
memberikan nuansa dan pengaruh terhadap karakter peserta didik. Singkatnya,
Filsafat Pendidikan Islam menghendaki suatu lingkungan pendidikan yang bercorak
Islami sehingga dapat memberikan nuansa yang Islami pula terhadap perkembangan
peserta didik.
C.
Sumber-sumber
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam sebagai sebuah disiplin ilmu, secara
epistemologis seyogyanya mempertanyakan dari mana Filsafat Pendidikan Islam
dapat diambil.? Atau dengan kata lain, sumber-sumber apa saja yang dapat
menjadi pegangan keilmuan bagi Filsafat Pendidikan Islam.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Abuddin Nata menegaskan
bahwa Filsafat Pendidikan Islam bukanlah Filsafat Pendidikan yang bercorak
liberal, bebas, dan tanpa batas etika, sebagaimana halnya dengan Filsafat
Pendidikan pada umumnya. Filsafat Pendidikan Islam adalah Filsafat Pendidikan
yang berdasarkan ajaran Islam atau Filsafat Pendidikan yang dijiwai oleh ajarn
Islam.[16]
Filsafat Pendidikan Islam bersumber dari ajaran Islam, yaitu
Al-Quran dan Hadis yang senantiasa dijadikan sebagai landasan bagi Filsafat
Pendidikan Islam. Dengan demikian, sumber Filsafat Pendidikan Islam adalah
digali dari ajaran Islam secara keseluruhan. Selain itu, Filsafat Pendidikan
Islam juga mengambil sumber-sumber dari ajaran lain yang dinilai tidak
bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Dalam kontek ini, menurut Abdul
Rahman Shalih Abdullah menyebutkan bahwa para ahli ilmu Filsafat Pendidikan
Islam dapat digolongkan kepada dua corak aliran, yakni; (1) mereka yang
mengadopsi konsep-konsep non-Islam dan kemudian memadukannya ke dalam pemikiran
pendidikan Islam; (2) mereka yang tergolong ke dalam kelompok yang tradisional
yang hanya mengambil sumber Filsafat Pendidikan Islam dari Al-Quran dan Hadis.[17]
Berdasarkan dua kelompok pembagian tersebut di atas, dapat
dikatakan bahwa kelompok pertama merupakan aliran yang bercorak liberal, dan
kelompok kedua merupakan kelompok yang beraliran konservatif. Dalam hal ini,
menurut pendapat kami, bahwa meskipun Filsafat Pendidikan Islam berlandaskan
kepada ajaran Islam (Al-Quran dan Hadis), namun Filsafat Pendidikan Islam juga
perlu mengadopsi sumber-sumber lain yang bekaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan kontemporer. Namun perlu ditegaskan bahwa dalam pengadopsian
tersebut harus dilakukan dengan seselektif mungkin, agar dapat terhindar dari
hal-hal yang bertentangan dengan pokok-pkok ajaran Islam. Argumen ini berangkat
dari sebuah hadis yang sangat popular: (Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri
Cina).
Menurut Al-Jurjani, sebagaimana dikutip Toto Suharto menyatakan
bahwa term alam adalah segala hal yang menjadi tanda bagi suatu perkara
sehingga dapat dikenali. Sedangkan secara terminolgi berarti segala sesuatu
yang ada (maujud) selain Allah, yang dengan ini Allah dapat dikenali baik nama
maupun sifat-sifat-Nya. Segala sesuatu selain Allah itulah alam dalam
pengertian yang sederhana.
Dari pengertian tersebut, secara sepintas dapat dipahamai bahwa
alam dengan segala isinya diciptakan oleh Allah agar melalui semua itu dapat
mengenal-Nya. Di samping itu, alam dengan segala potensi yang terkandung di
dalamnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia secara bersama.
Dalam kaitannya dengan alam, menurut Al-Syaibany terdapat beberapa
prinsip Filsafat Pendidikan Islam tentang alam, antara lain yakni:
a.
Filsafat
Pendidikan Islam percaya bahwa pendidikan Islam sebagai proses pembentukan
pengalaman dan perubahan tingkah laku, baik individu maupun masyarakat hanya
akan berhasil apabila terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan
alam sekitarnya tempat mereka hidup. Seluruh makhluk, baik benda ataupun alam
sekitar, dipandang sebagai bagian alam semesta. Oleh karena itu, proses
pendidikan manusia dan peningkatan mutu akhlaknya, bukan sekedar terjadi dalam
lingkungan sosial (sesama manusia) semata, tapi juga dalam lingkungan alam yang
bersifat material.
b.
Filsafat
Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta atau universe, baik yang materi
maupun bukan, memiliki hukumnya sendiri-sendiri. Hal ini harus diteliti dan
dipelajari dalam pendidikan Islam agar peserta didik mampu mengenali
hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta ini sehinga memiliki keteraturan
dan keharmonisan dalam kehidupan.
c.
Filsafat
Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang terbagi dalam dua kategori
(alam materi dan alam ruh), harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Oleh sebab itu pendidikan Islam harus memperhatikan kedua hal
ini secara seimbang, karena kehidupan manusia yang sempurna tidak akan terwujud
hanya dengan memperhatikan salah satunya.
d.
Filsafat
Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang berjalan dengan teratur ini,
harus dipahami sebagai keajaiban dan keagungan Sang Pencipta. Olehnya itu, dari
sikap ini diharapkan akan menambah iman atau keyakinan bahwa manusia tidak
berdaya dihadapan Allah yang telah membuat dan mengatur alam ini sedemikian
harmonis dan teraturnya.
e.
Filsafat
Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta ini bukanlah musuh bagi manusia,
dan bukan penghalang bagi kemajuan peradaban manusia, melainkan alam merupakan
teman dan alat bagi kemajuan manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus
senantiasa diarahkan agar dapat menanamkan pemahaman kepada peserta didik
tentang bagaimana mengelola alam dan memanfaatkannya secara bijaksana demi
kepentingan umat manusia.
f.
Filsafat
Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta dan seisinya ini bersifat baru
(tidak kekal). Prinsip ini dapat dijadikan sebagai pegangan pendidikan Islam
bahwa hanya Allahlah yang bersifat kekal dan abadi.
Dengan
berpegang dari beberapa prinsip tersebut di atas, Filsafat Pendidikan Islam
akan dapat menentukan arah pemikiran dan implementasi pendidikan Islam di
antara filsafat-filsafat pendidikan lainnya. Di samping itu, sebagai sebuah
disiplin ilmu maka Filsafat Pendidikan Islam dapat pula menentukan sikapnya
dari permasalahan-permasalahan seputar alam. Sikap ini pada akhirnya akan
melahirkan berbagai prinsip yang dapat dijadikan sebagai landasan filosofis
dalam menentukan tujuan, metode, kurikulum, dan berbagai komponen lainnya dalam
pendidikan Islam.[18]
D.
Urgensi dan
Fungsi Filsafat Pendidikan Islam
Permasalahan yang perlu dijawab pada bagian ini adalah; untuk apa
mempelajari Filsafat Pendidikan Islam.? Pertanyaan ini harus terlebih dahulu
diajukan karena setiap disiplin ilmu pasti memiliki kegunaan, demikian pula
halnya dengan Filsafat Pendidikan Islam.
Para ahli dalam bidang Filsafat Pendidikan Islam telah banyak
melakukan penelitian secara teoritis mengenai kegunaan dari Filsafat Pendidikan
Islam. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany misalnya mengemukakan beberapa
manfaat yang dapat diperoleh dalam mempelajari Filsafat Pendidikan Islam.
Filsafat Pendidikan dapat membantu para perancang dan pelaksana
pendidikan dalam suatu negara atau wilayah, dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan dalam rangka untuk menentukan arah dan tujuan ke mana pendidikan
beserta hasilnya akan diarahkan, sesuai dengan cita-cita negara atau wilayah
yang bersangkutan.[19]
Senada
dengan itu, George R. Knight sebagaimana dikutip oleh Toto Suharto, secara umum
menyebutkan 4 (empat) urgensi dari mempelajari Filsafat Pendidikan Islam,
yaitu:
1.
Dapat membantu
para pendidik dan aktivis kependidikan untuk memahami berbagai persoalan
mendasar tentang pendidikan.
2.
Memungkinkan
bagi para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih baik, dan memilih
berbagai tawaran yang merupakan solusi bagi persoalan-persoalan kependidikan.
3.
Untuk membekali
para pendidik dan aktivis kependidikan berfikir klarifikatif tentang
tujuan-tujuan hidup dalam kaitannya dengan pendidikan.
4.
Untuk memberi
bimbingan dalam mengembangkan suatu sudut pandang yang konsisten, dan
mengembangkan berbagai program pendidikan yang berhubungan secara realistis
dengan konteks negara secara khusus, dan dunia global secara umum.[20]
Dari beberapa manfaat
mempelajari Filsafat Pendidikan, dapat disimpulkan bahwa pada intinya, Filsafat
Pendidikan Islam merupakan pegangan dan pedoman yang dapat dijadikan landasan
filosofis bagi pelaksanaan pendidikan Islam dalam rangka upaya untuk
menghasilkan generasi baru yang terdidik dan berkepribadian Muslim, di mana
seluruh perilaku hidupnya senantiasa dijiwai oleh ajaran Islam.
E.
Perbandingan
antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat
Dalam beberapa hal, sebenarnya kurang proporsional untuk membandingkan
antara Filsafat Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat. Hal ini
disebabkan karena Filsafat Pendidikan Islam yang berorientasi kepada wahyu, dan
Filsafat Pendidikan Barat yang murni berorientasi kepada rasionalitas. Akan
tetapi, mengingat bahwa Filsafat Pendidikan Islam juga dapat mengambil sumber
dari berbagai ajaran, termasuk hal-hal yang datang dari dunia Barat, maka
perbandingan ini menjadi penting adanya, untuk memberikan gambaran letak
perbedaan yang sangat prinsipil antara Filsafat Pendidikan Islam dengan
Filsafat Pendidikan Barat.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal sebaga berikut:
1.
Filsafat
Pendidikan Islam berdasarkan pada wahyu, sedangkan Filsafat Pendidikan Barat
berpijak pada humanistik murni yang mengandalkan rasionalitas. Atas dasar ini
Filsafat Pendidikan Islam tidak mengenal kebenaran terbatas, melainkan
universal. Sedangkan Filsafat Pendidikan Barat mengenal kebenaran secara
parsial, sehingga tidak jarang timbul pertentangan berbagai ide yang menyangkut
dengan pendidikan.
2.
Filsafat
Pendidikan Islam berupaya mengembangkan kemampuan manusia dalam pandangan
integral antara kehidupan dunia dan akhirat, atau antara yang profan dan
sakral. Sedangkan Filsafat Pendidikan Barat mengembangkan kemampuan manusia
secara parsial, atau yag profan saja. Kondisi inilah yang kemudian membawa
krisis sistem nilai dalam pendidikan Barat yang kemudian melahirkan manusia
yang menguasai ilmu pengetahuan namun nihil terhadap nilai-nilai religiusitas.
3.
Filsafat
Pendidikan Islam memperhatikan dan mengembangkan semua aspek kepribadian
manusia, mulai dari aspek hati hingga akal. Sedangkan Filsafat Pendidikan Barat
hanya memperhatikan pengembangan akal saja. Sesungguhnya, semua realitas
kehidupan manusia tidak dapat dijelaskan hanya dengan melalui rasio, melainkan
ada aspek yang tidak mampu dijangkau oleh akal. Disinilah peran nilai-nilai
religiusitas berperan untuk memberikan pemahaman kepada kita bahwa setinggi
apapun kemampuan manusia dalam melakukan sesuatu, namun tetap ada batasnya.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang mendasar antara Filsafat
Pendidikan Islam dengan Filsafat Pendidikan Barat adalah orientasinya. Filsafat
Pendidikan Islam di samping berorientasi keduniaan juga berorientasi
keakhiratan, sedangkan Filsafat Pendidikan Barat hanya berorientasi keduaniaan
dan materi saja.
[1] Tadjab. 1994.
Perbandingan Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama. Hal. 10.
[2] Departemen
Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen RI.
[3] Zuhairin.
19991. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 1.
[4] Muzayyin
Arifin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam (revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Hal. 7.
[5] Hamdani Ihsan,
Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 28.
[6] H. Ahmad
Syar’I. 2005. Filsafat Pendidikan Islam cetakan ke 1. Jakarta. Pustaka
Firdaus. Hal. 3-4.
[7] Supriyadi,
Dedi. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia. Hal.28
[8] Syed Muhammad
Naquib al-Attas. 1992. The Concept of Education in Islam: A Framework for An
Philosophy of Education, terj. oleh Haidar Bagir, Konsep Pendidikan dalam Islam.
Bandung: Mizan. Hal. 67.
[10] Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim
al-Muta’llim Tariq al-Ta’allum, (Indonesia: Dar Ihya al-Kutub
al-‘Arabiyah, tt.), hlm. 10
[11] Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarh Ta’lim
al-Muta’llim Tariq al-Ta’allum, (Indonesia: Dar Ihya al-Kutub
al-‘Arabiyah, tt.), hlm. 10.
[12] Ach.Muzakki, dkk. Ilmu Pendidikan Islam.Surabaya:
Kopertais IV Press, Edisi III. Hal. 66.
[13] Suyasubrata B.
1983. Beberapa Aspek dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Hal. 26.
[14] Arieh Lewy.
1983. International Institut for Educational, terjemah Winda Habiwono. Jakarta:
Karya Aksara. Hal. 2
[15] Tim Depag. 1984. Islam
untuk Disiplin Ilmu Pendidikan. P3AI-PTU. Hal. 157.
[16] Abuddin Nata.
1997. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Hal. 15.
[17] Abdul Rahman
Shalih Abdullah. Educational Theory; A Qur’anic Outlook. Mekkah
al-Mukarramah: Umm al-Qura University. Hal . 36-37.
[18] Toto S uharto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Ar-Ruz. Hal. 49-50
[19] Omar Muhammad
al-Toumy al-Syaibany. 1979. Falsafah al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah, terj. oleh
Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Hal.33
[20] Toto Suharto. 2006. Filsafat
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz.
Hal. 49-50.